Sabtu, 01 Oktober 2016

DONOROJO 3

PACITAN 1933
Pacitan merupakan sebuah kota kabupaten, yang dikelilingi oleh bukit bukit. Wilayah kota ini merupakan inti pemerintahan yang berupa dataran rendah. Selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari Barat sampai ke Timur pada bagian Selatan.
Secara keseluruhan Pacitan terletak pada sebuah lembah ditepi teluk Pacitan dan dialiri sungai Grindulu yang membentang dari wilayah Selatan menuju pantai Teleng. Kawedanan (sekarang kecamatan) Donorojo, adalah bagian dari kabupaten Pacitan. Tahun ini posisi bupati sedang kosong. Pemerintah daerah menetapkan      Patih .R. Prawirohadi sebagai pemangku jabatan bupati. Seluruh wedana dan wakilnya  harus hadir di kantor kabupaten saat pelantikan.
Itu sebabnya, walaupun Yudo, orangtua Sindung, diminta sebagai saksi akad nikah putri Mangundirejo, tetap tidak bisa menghadirinya.

Pagi2 sekali bapak sudah bersiap siap  berangkat ke Pacitan, kendati dengan berat hati, minta ijin pada Mangundirejo untuk ketidak hadirannya sebagai saksi pernikahan putri sahabatnya itu.
Kepada ibu, bapak berpesan, :
"Kita bagi tugas, bu. Ibu datang ke pernikahan Tining. Bawalah anak2. Bapak harus mendampingi pak Wedana ke kantor kabupaten.mudah2an sore sudah pulang. Bagaimana dengan Sindung? Kalau dia cukup tegar, bawalah serta."
Sambil mengambilkan sepatu bapak dari rak, ibu menjawab :
"Sejak kemarin Sindung pergi ke Lawu."
"Mendaki lagi?"
"Mungkin melarikan kepedihan hatinya, pak. Siapa sangka Tining tiba2 memutuskan untuk menikah. Dengan orang lain, pula."
"Dia pergi bersama teman2nya?"
"Katanya sih, begitu."
Bapak mendesah dengan hati risau
"Anak2 memang masih suka emosional. Ya sudahlah, doakan saja supaya tidak terjadi hal2 yang buruk atas diri anak2 kita. Bapak berangkat dulu ya bu."
Ibu mengantarkan bapak sampai ke kendaraan dinas yang akan.membawanya ke kabupaten. Bapak tetsenyum sambil melambaikan tangan hingga kendaraan itu menghilang di tikungan jalan.    Kemesraan antara bapak dan ibu tak.pernah luput dari mata anak2nya. Mereka selalu berharap dan berdoa, agar kemesraan bapak kepada ibu akan diberikan juga oleh pemilik hidup menular kepada mereka, anak2nya. 
Kemudian ibu bergegas berangkat bersama Mintorini dan Suti, ke rumah Mangundirejo.
Siapa yang akan menduga, betapa menyedihkan acara yang mereka hadiri pagi itu.
Kini wajah Tining tak nampak berseri lagi. Bibirnya tak lagi ranum. Sepasang mata indahnya tak lagi gemerlap. Sekujur tubuh gadis itu kini tersembunyi dibalik kain batik yang digelarkan orang. Bau harum melati, kantil dan kenanga berbaur dengan asap setanggi dan ratus pengantin.
Di sudut ruang, Mintorini tak hentinya mengeringkan airmata. Tak masuk dalam akalnya, bagaimana bisa Tining terperangkap dalam satu hubungan yang aneh dengan alam ghaib? Dicobanya membayangkan, seperti apa sih wajah Raden Ronggo yang melegenda itu?
Menurut cerita dari mulut ke mulut, Raden Ronggo adalah putra bu Ratu Kidul dengan Kanjeng Panembahan Senopati saat mereka nettemu di watu gilang.
Masuk dalam alam pikiran Mintorini, bahwa pernikahan itu bisa saja terjadi antara manusia dengan manusia ghaib. Tetapi manusia yang bagaimana dulu. Katena yang bisa melakukannya hanyaamusia pilihan. Hanya manusia linuwih yang bisa melakukannya. Manusia yang punya kekuatan mengendalikan sesuatu yang tidak kasatmata. Seperti Kanjeng Panembahan Senopati.
Maka ketika Raden Ronggo mulai beranjak dewasa, diapun tumbuh sebagai kesatria yang juga linuwih. Sakti mandraguna. Namun disisi lain, pangeran berwajah tampan itu punya sifat brangasan, dan mbelis (nakal) luar biasa, hingga ayahnya tak kuasa lagi mengatasinya. Maka kanjeng Ratu Kidul mengambil alih Raden Ronggo, membawanya ke laut kidul.
Begitulah cerita itu menebar bagai virus. Menjadi santapan melegenda di kalangan warga pesisir.
Dengan adanya kejadian ini ,..mau tidak mau, cerita itu kandas dalam alam pikiran orang2. Bukan lagi sekadar sebuah legenda atau kabar angin, tetapi bahkan kian.merasuk ke dalam darah dan daging mereka.
Kini kesibukan yang kemudian terjadi bukan lagi perhelatan pernikahan, melainkan persiapan pengebumian seorang gadis, putri pembayun keluarga Mangundirejo.
Ibunda almarhumah tak henti2nya meratapi kejadian itu.
"Apa salah saya... Dimana salahnya hingga semua ini terjadi di rumah saya?"
Para ibu tak sanggup memberikan alasan atau jawaban yang tepat, karena mereka sama bingungnya dengan bu Mangundirejo. Seumur umur, baru sekali ini ditemui kejadian serupa itu, bahwa tanpa ba bi bu, tanpa melakukan kesalahan atau pelanggaran apapun terhadap hal2 yang tabu, tiba2 saja penguasa laut selatan merenggut paksa begitu saja putri bu Mangundirejo.
Kendati Mangundirejo tau, sebagaimana yang   dikatakan mbah Jimat bahwa jisim itu bukan lagi jisim putrinya, tetapi batang pisang, jenazah itu tetap diupokoro sebagaimana mestinya.
Jenazah tetap dimandikan, dikafani, disholatkan,  dan dibawa ke makam umum dengan iringan doa. Banyak tetangga yang ikut mengantar sampai ke makam. Kalau saja mereka tau, bahwa begitu jenazah  yang dimasukkan ke liang lahat akan segera berubah menjadi batang pisang, ......
Lantas, pertanyaannya adalah, kemana Tining?
Wallahu alam. Tidak ada yang berani atau sampai hati untuk menanyakannya bahkan kepada mbah Jimat sekalipun . Mereka
percaya bahwa apa yang terjadi saat itu adalah atas ijin Yang Maha Kuasa.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar